Jembatan Keledai


Industri pariwisata kita memang lagi remuk redam. Tapi bukan hanya kita. Seluruh dunia pun begitu adanya. Kunjungan turis asing ke Indonesia sepanjang kuartal keempat 2020 –yang laporannya baru saja dirilis BPS—tercatat hanya 460 ribuan orang. Turun sebesar 88,45 dibandingkan kuartal yang sama (Q4) tahun 2019.

Padahal, selama beberapa tahun terakhir, pariwisata menyumbang devisa terbesar nomor dua setelah kelapa sawit. Nggak heran bila dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi di pulau-pulau besar di Indonesia, Bali dan Nusa Tenggara mengalami pukulan paling dalam, yakni sebesar minus 5,01%. Pulau lainnya juga minus, yakni Sumatera minus 1,19%, Kalimantan minus 2,27%, dan Jawa minus 2,51%. Yang positif hanya Sulawesi dan Maluku-Papua.

Jika dilihat dar sektor lapangan usaha, bisnis akomodasi-makan minum juga memperlihatkan keterpukulan paling dalam. Sejak kuartal kedua 2020 (Q2-20) sektor ini mencatat pertumbuhan minus dari -21,97% pada Q2, lalu merayap naik menjadi -11,81, dan merayap naik lagi ke -8,88%. Jadi, nyaris sepanjang tahun minus.

Jika kita bicara angka-angka perihal pariwisata, kondisinya memang bikin kita mengelus dada. Agak sedikit menghibur kalau yang dielus bukan dada sendiri. Tapi kita butuh jalan keluar yang nyata karena soal lapangan usaha atau lapangan kerja bukanlah semata-mata angka statistik semata.

Pertanyaannya, jalan keluarnya ke mana? Caranya menuju ke sana bagaimana?

Jika melihat sektor lapangan usaha yang cukup kenyal menghadapi badai pandemi, jalan keluar itu ada di beberapa sektor yaitu (i) informasi dan komunikasi, (ii) pendidikan, (iii) real estat, dan (iv)pertanian, kehutanan, dan perikanan, (v) jasa kesehatan dan kegiatan sosial, (vi) dan (vii) jasa pengadaan air.

Jika dilihat sektor-sektor yang tetap positif, dan kemudian menghubungkannya dengan sektor pariwisata (akomodasi, transportasi, makan-minum), yang diperlukan adalah jembatan keledai yang mampu menghubungkan industri pariwisata dengan sektor-sektor yang tumbuh positif tersebut.

Sebagai satu-satunya sektor yang terperosok paling dalam secara persentase sepanjang pandemi setahun terakhir ini, pariwisata memerlukan upaya yang tidak biasa untuk membangun jembatan keledai dengan sektor-sektor lainnya.

Sayangnya, jembatan keledai bukanlah aktivitas yang bisa diukur atau dicatat secara statistik. Yang ada adalah upaya dari masing-masing pelaku usaha untuk menciptakan mode survival. Seorang pengusaha hotel di Surabaya, menggerakkan chef-chef-nya untuk menghadirkan menu baru yang ditawarkan melalui platform digital. Rupanya, cara itu mengurangi beban, sekaligus menghambat laju PHK.

Ada lagi yang bermanuver dengan mengubah lahan-lahan wisata menjadi ladang pertanian atau peternakan. Itupun sifatnya sporadik. Pada level yang lebih mikro, saya mendengar beberapa usaha taman hiburan air mengubah kolam yang sebelumnya berisi manusia berekreasi menjadi kolam ikan lele.

Namun, jembatan keledai ya sekadar jembatan darurat. Bukan backbone atau jalur utama. Saya kira, memang tidak mungkin membangun jembatan utama itu hari ini. Maka, yang dibutuhkan adalah sebanyak mungkin jembatan keledai dengan segala variasi dan kreativitas yang kita punya.

Alois Wisnuhardana, Alois Wisnuhardana, Happy Eximbanker, Personal Note