Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) kita sepanjang Triwulan 2021 diproyeksikan masih berada dalam zona negatif. Resesi yang berkepanjangan yang merupakan efek domino pandemi dan pengetatan aktivitas masyarakat melalui PSBB dan PPKM memberi sumbangan penting.
Salahkah langkah tersebut? Tergantung dari sudut mana Anda mau melihat! Jika pembatasan dan larangan dianggap sebagai persoalan, lihatlah India! Kasus penularan virus melonjak eksponensial setelah ada pelonggaran. Rumah-rumah sakit kembali penuh. Tenaga medis tak mampu lagi mengatasi. Mereka yang meninggal terpapar virus Covid-19, langsung dibakar begitu saja karena keterbatasan tenaga dan biaya.
Kembali soal PDB, Pertumbuhan Penjualan Ritel (PPR) maupun Purchasing Manager Index (PMI) masih belum menggembirakan. PPR masih berada di zona negatif, sedangkan PMI berada di angka 53,20. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) merefleksikan kekhawatiran atas kondisi ekonomi ke depan. Padahal konsumsi berkontribusi sangat besar, yakni sekitar 60% dari PDB Indonesia.
Apakah kenyataan dan angka-angka itu mengkhawatirkan? Lagi-lagi, silakan pilih sudut pandang Anda sendiri. Yang pasti, aktivitas investasi mengalami ekspansi lanjutan. Indeks produksi PMI manufaktur pada bulan Maret 2021 berada pada level 53,2. Artinya, berada di zona ekspansi. Itu berkat stimulus yang diberikan Pemerintah untuk menjaga kinerja manufaktur.
Salah satu bentuknya adalah keringanan PPnBM-DTP atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah, yang berlaku dari 1 Maret hingga pungkasan tahun ini. Jadi, kalau Anda membeli mobil tertentu (berkapasitas mesin hingga 1.500 cc) pada periode ini, harganya susut lumayan jauh. Itu langsung terlihat dari penjualan mobil penumpang sampai dengan akhir Maret 2021, yang meningkat hingga 140% dibandingkan bulan sebelumnya. Kebijakan tersebut kemudian diperluas untuk mobil berkapasitas 2.500 cc yang berlaku per April 2021.
Selain stimulus, kinerja ekspor yang menonjol juga menjadi penyokong ekonomi Indonesia hari ini. Sepanjang Triwulan I 2021, nilai ekspor kita mencapai 48,90 miliar USD, melonjak sekitar 17,11% dibanding triwulan yang sama tahun lalu.
Peningkatan kinerja ini didorong oleh dua mesin yaitu migas dan nonmigas. Beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan ekspor antara lain besi baja, minyak sawit, batu bara, komponen kendaraan, dan komponen mesin. Di sektor baja, produk ferro nickel dan nickel pig iron yang menjadi bahan baku stainless steel terus meningkat ekspornya. Sementara besi baja diproyeksikan dapat menjadi salah satu andalan baru ekspor kita.
Impor produk-produk kimia, permesinan, dan makanan, juga menunjukkan geliat yang positif, mengindikasikan bahwa sektor-sektor usaha sudah mulai melakukan aktivitas produksi.
Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia di Triwulan I tahun 2021 tercatat surplus, yang dikontribusi oleh aktivitas ekspor nonmigas.
————–
Alois Wisnuhardana, Happy Eximbanker at day, dreamer at night, joker in between.
