Sadio Mane telah paripurna sebagai pemain bola. Wabil khusus bersama Liverpool. Segala rupa piala yg layak diburu dan digapai, telah ia rengkuh sebagai perwira bola.
Perjalanannya sejak dari RB Salzburg, Southampton, menjadi sempurna bersama pasukan Merah tepian Kali Mersey. Kini, ia akan melanjutkan penjelajahannya bersama Bayern Muenchen.
Dengan demikian, perjalanan hidup dan karier bola Mane, adalah perjuangan yg sepenuhnya merah. Sejak di Salzburg hingga Muenchen, jersey kebesaran klub yg dikenakannya selalu bernuansa merah. Simbol keberanian. Simbol kegigihan. Simbol semangat yg menyala-nyala.
Perjalanan Mane terus memerah di luar, namun hatinya tetap putih di dalam. Petarung yg pantang menyerah di lapangan, tapi manusia rendah hati dan dermawan di luaran dan dalam kehidupan. Itulah Mane yang menangan, dengan hati putih bersih nan menawan.
Lha gimana nggak kayak gitu?
Bambali yg miskin di kawasan, laiknya kota-kota lain di Senegal, dibawanya punya harapan. Rumah sakit, jalan-jalan, dan sekolah, dia bangun hasil dari keringatnya di lapangan. Bambali yang semula tak dikenal orang, berkibar terang karena Mane seorang.
Mane kecil hanya berpikir bola setiap waktu. Bermodal sepatu butut yg usang, mimpinya sebagai pemain bola melayang-layang. Sampai ia “kabur” demi bermain bola dengan mencuri-curi tumpangan kendaraan. Sampai ketika bakatnya dilirik orang dan bintang Mane mulai bersinar terang.
Dalam hitungan dekade, bintang itu benar-benar menyala benderang. Mane telah menjadi bintang.
Sebagai bintang terang, Mane begitu sedih meninggalkan Liverpool. Di klub ini permainannya memang sangat berkembang. Dan itu menular hingga ke timnas. Dibawanya timnas melanglang terbang. Menjadi juara Afrika pertama kali terbilang, menjadikan seluruh rakyat Senegal berpesta riang.
Kesedihan Mane meninggalkan Liverpool diungkapkannya berulang-ulang. “Sungguh aneh rasanya tidak mengenakan seragam merah Liverpool,” katanya terus terang.
Perjalanannya bersama Liverpool memang menyisakan kesan yg sangat dalam. Rekor demi rekor ia torehkan, penghargaan demi penghargaan ia dapatkan.
“Aku akan selalu mengikuti apapun pertandingan Liverpool,” begitu dia bilang.
Perpisahan, adalah peristiwa menyedihkan bagi setiap manusia. Sementara atau selamanya, selalu terasa menyakitkan. Apalagi ketika jejak yg tertinggal sebelum berpisah terasa indah.
Perpisahan, tak jarang juga menyisakan luka dan dendam berkepanjangan serta penyesalan sangat dalam, yaitu ketika ada yg belum terselesaikan.
Lagu atau puisi perpisahan, selalu mudah dihafal orang, karena ia sering menjadi penawar luka yg menggores dalam. Menjadi hiburan atas kesedihan yg telah terekam. Menjadi pelepas rasa pahit yg terpendam.
Mane berpisah dengan segala rupa dan rasa tentang Liverpool setelah enam tahun lamanya. Namun perpisahan yg ini bukanlah perpisahan yg menyakitkan. Baginya. Bagi Liverpool. Bagi fans yg mencintainya. Mane telah memberikan kebahagiaan yg abadi. Sehingga kini ia pergi dari Inggris ke Jerman dengan mimpinya yang baru.
Karena bagi Mane, Liverpool memperlakukannya bukan seperti permen karet. Yg ketika manis dikunyah sampai tandas, lalu setelah manisnya hilang ia dibuang. Mane pergi ketika usianya dan penampilannya sedang menjulang, karena ia punya mimpi lain yang akan ia bawa terbang.
Mutiara hebat pergi dari Liverpool. Meninggalkan ruang yg akan diisi bintang lain.
Begitulah jalannya kehidupan. Peristiwa demi peristiwa datang dan pergi. Berputar dan bergerak tiada henti.