Kekalahan selalu menyakitkan. Makanya ada ungkapan, “Kekalahan adalah ibu tiri yg paling kejam.”
Dua pertandingan JAKARTA ELECTRIC PLN di GOR Ken Arok Malang, adalah pertandingan hidup mati. Melawan Popsivo Polwan dan hari berikutnya BJB Tandamata. Bagi Popsivo, kemenangan atas JEPLN hanyalah raihan gengsi, karena mereka sudah lolos ke final four.
Tapi tidak bagi JEPLN. Menang berarti memperbesar peluang, kalah berarti mengubur kesempatan ke dalam liang.
JEP berhasil melakukan comeback epic melawan Popsivo setelah di dua game awal mereka kalah telak. Mental never give up yg dimiliki JEPLN menyelamatkan tumpahan tangis kekalahan. Kemenangan di 3 game pun disegel rapat.
Di pertandingan kedua melawan BJB, PLN melakoni dgn proses yg mirip. Bedanya ada di skor besar yg susul menyusul. Satu nol, satu sama, ketinggalan dua satu, menyamakan dua sama, lalu menyegel kemenangan di zet penentu.
Tapi set penentu pun dilakoni lewat jalan belukar teramat sukar. Sejak poin awal, JEPLN selalu tertinggal. Mula-mula satu, dua, tiga, lalu empat poin. Saat bertukar lapangan, JEPLN tertinggal delapan melawan lima. Di angka 10 utk BJB, setter mereka Tiara Sanger memompa rekannya dengan teriakan, “Ayok lima lagi…!!!”
“Oooowh…..tidak semudah itu, Fergusssoooo…”
Lapangan rupanya menjadi kunci kemenangan. Di set sebelumnya, JEP selalu meraih kemenangan ketika bertanding di lapangan kiri dr arah wasit utama. Nah, di set penentu, saat tertinggal tiga angka, mereka bermain di lapangan tempat menuai kemenangan. Sampai akhirnya menyusul poin sama di angka sebelas.
Tapi di etape kritis ini, mereka tertinggal lagi. BJB meraih angka 13 lebih dulu. Lalu JEPLN menyusulnya. Di poin kritis, BJB kembali unggul dan tinggal membutuhkan satu poin menuju lima belas.
Reli panjang terjadi di poin ini, mulai dari menyamakan 14 sama, JEPLN ketinggalan satu angka, sampai kemudian akhirnya menyegel kemenangan di angka 17-15. JEPLN lolos
Maka, pecahlah tangis kemenangan, sekaligus tangis kemalangan di kubu BJB. Saking kesalnya, seorang pemain BJB menggeret-geret jaring net menumpahkan kekesalannya. Tak percaya bahwa kemenangan yg sudah di depan mata menguap dalam sekedipan mata.
Di lapangan, tumpahlah tangis anak-anak pemberani pantang menyerah ini. Yolla, Tisya, Rissa, Nurlaeli, Maya, menangis dalam tawa. Zhidkova dan Markova, tersenyum lebar dan merentangkan tangan mereka lebih lebar menunggu pelukan kemenangan dari setiap pasukan.
Saat makan malam merayakan kemenangan, Zhidkova bilang, “Very tired but happy.”
“Unbelievable. Remarkable. We are showing an outstanding performance to beat the giants,” kata Ketua JEPLN Arsya terbata-bata.
“Kami ingin bermain di final four. Itu yg menyemangati kami,” kata juru gebuk andalan Nurlaeli.
“Thanks to all players. They are playing with hearts,” ujar pelatih kepala Chamnan Dokmai tersenyum lebar.
Memang benar. Mereka semua pasukan JEPLN bermain dengan hati. Juga pasukan di bangku cadangan. Mereka selalu menari bersama tiap rekannya di lapangan meraih angka. Yg di lapangan, berjuang mengerahkan seluruh kekuatan menutupi lapangan. Dan itu pulalah yg membuat para pendukung JEPLN dibuat senam jantung dua hari.
Kemenangan, sesungguhnya adalah kristalisasi keringat dalam latihan, kata Thukul Arwana. Dan benarlah nasihat lama, lebih baik bermandi keringat dlm latihan daripada bermandi tangis airmata kekalahan di pertandingan.



