Namun harus dipahami, Southampton dan Liverpool memiliki sejarah manis dalam hubungan tukar menukar pemain. Sampai-sampai, Soton dijuluki sebagai Akademi Liverpool. Saking banyaknya pemain muda yg berpindah dr klub loreng merah ke merah darah.
Namun, dari banyaknya pemain yg berpindah, kesuksesan Liverpool baru lengkap saat Virgil van Dick dikontrak secara pecah rekor utk pemain belakang, melengkapi puzzle kepindahan Dejan Lovren, Adam Lallana dan Sadio Mane ke Anfield sebelumnya.
Dengan empat pilar eks pasukan loreng merah, Liverpool menuai seluruh trofi yg tersedia utk klub dalam beberapa musim saja. Meskipun Virgil dipandang sebagai pembelian terbaik dari Soton, Lallana adalah investasi jangka panjang Liverpool yg berhasil. Dibeli pada usia sedikit lewat dr umur 20, Lallana yg waktu itu sdh menjadi kapten termuda di Liga Inggris, segera menemukan ritme dan kepemimpinannya di Anfield. Dan itu sebenarnya adalah puzzle awal dr kebangkitan Liverpool.
Pandangan itu tak lepas dr kegagalan Liverpool mengembangkan eks Soton selama bermusim-musim, sehingga mereka makin dihantui puasa gelar lebih dr 20 tahun. Peter Crouch datang di tahun 2005 selepas Liverpool meraih piala Champions League. Namun Liverpool gagal terbang. Rickie Lambert yg bersinar di Soton, gagal mengasah kecemerlangannya di Anfield.
Bisnis Soton dengan Liverpool terbentang panjang, tentu salah satunya dilandasi oleh kesamaan kultur kuat kedua kota, sebagai kota tetangga dan kota pelabuhan.
Jika seorang pemain Soton memasuki senjakala atau sudah meraih sukses di klub lain, kerinduan akan kembali ke klub yg membesarkannya selalu menjadi romantisme yg indah. Tak heran, standing ovation fans Liverpool saat Lallana masuk di pihak Soton, adalah momen membanggakan baginya, meski ia pasti dihantui perasaan campur aduk. Ia memang gagal membantu timnya meraih kemenangan, tetapi ia pasti merasa ikut bahagia, kegagalan timnya itu membawa mantannya kian dekat menyegel juara bagi mantannya.
