Tenggelamkan

Saya sedang mengikuti kursus menulis sebulan penuh. Online.

Tiap hari dikirim bahan utk dikunyah. Tiap bahan selalu menggugah nalar dan rasa bahasa.

Sayang, saya terlalu malas mengerjakan latihan. Latihannya ya di dinding ini langsung.

Tapi ada banyak hal yg nyantol di kepala dari setiap bahan yg wajib dibaca.

Salah satunya, ihwal tanda baca. Selama ini, sukanya cuma makai titik dan koma. Masih ada banyak yg lainnya –yg baru saya sadari setelah kursus ini– jarang saya maksimalkan.

Dulu waktu masih jadi reporter, soalnya dari naskah yg saya tiap kali sa setor ke editor, jawabannya nyaris berulang:

“Artikelmu udah kuedit ulang. Dari yg udah lu tulis, yg gue pake cuma dua: titik dan koma.”

Tapi, dua tupun ternyata berharga; titik dan koma pun ternyata bukan sekadar upil tak berguna. Ini contohnya:

“Tenggelamkan!” tenggelam, kan?

“Tidak! Ia sedang nenggelemin diri; bunuh diri sengaja; kencing di sumur ia pernah minum.”