Di dunia yang umum kita lakoni, seringkali kita mendengar, “Uang bukanlah segala-galanya dan bisa melakukan apa saja, tapi tanpa uang kita tak bisa melakukan apa-apa.”
Di dunia bola hari ini, “Uang adalah segala-galanya.” Titik. Tanpa koma.
Itu terlihat dari menggilanya uang biaya transfer pemain, uang bayaran pemain, sampai dengan kontrak-kontrak kostum, merchandise, iklan, yang semuanya menghasilkan uang. Iklimnya membuat pemain mata duitan mencari klub yang mau membayar besar. Bagi klub-klub kecil, mereka juga langsung “bermata hijau” atau “pasang harga tinggi-tinggi”, atau pemainnya dijagain dengan klausul pelepasan yang tidak masuk akal.
Lihatlah ketika seorang pemain diburu klub-klub kaya seperti duo Manchester, atau Chelsea ketika zaman Abramovich, atau PSG, atau Real Madrid, atau Barcelona sebelum terlilit utang. Klub si pemain langsung pasang banderol sampai mentok langit-langit.
Klub-klub kaya, selalu dipaksa memecahkan rekor transfer termahal, baik dari klub kaya lain ataupun dari transferan pemain lain sebelumnya. Hasilnya, seperti membeli kucing dalam karung. Benarkah begitu?
Dikasih inpoooh mazheeeeh…. Ketika van Dick ditransfer dengan harga 75 juta pound, Manchester United langsung membeli Harry Maguire dengan harga 80 juta, karena kualitasnya dianggap sepadan. Dalam perjalanan dan peran mereka di klub masing-masing, semua orang menjadikan Maguire tertawaan, bahkan fans MU sendiri. Jack Grealish, pada akhirnya harus ditebus 100 juta pound, hanya untuk menjadi cadangan di City. Declan Rice, oleh West Ham sudah dipagari dengan harga 150 juta pound ketika dia dilirik Manchester United. Kepa Arizabalaga dibeli Chelsea senilai hampir 70 juta pound, dan langsung memecahkan rekor transfer Allison Becker dari AS Roma senilai 60-an juta pound. Itu baru uang transfer. Jika iseng menghitung gaji pemain-pemain bola di liga-liga Eropa, sering kali kita terkaget-kaget dengan angkanya. Gaji Messi di PSG mencapai 41 juta pound per tahun. Neymar sekitar 36,5 juta, sedangkan Ronaldo di MU sekitar 36 juta. Kalau dirupiahkan, Messi sekitar 615 miliar, Ronaldo dan Neymar di kisaran 500-550 miliar.
Sumber atau media lain menyebut angka yang berbeda, dan cara menghitungnya berbeda pula. Ada yang menghitungnya per pekan, ada yang menghitungnya berdasarkan gaji saja, di luar bonus penjualan merchandise, bonus juara, dan sebagainya. Messi misalnya disebut menerima 960 ribu pound, sementara Neymar di kisaran 600-an ribu, lalu di bawahnya ada Gareth Bale dan Cristiano Ronaldo di angka 500-an ribu. Entah kenapa media-media lebih suka menghitung gaji pemain bola dalam hitungan penerimaan per pekan, sama kayak buruh tani atau tukang bangunan di sini, yang menerimanya per pekan, tiap Sabtu. Tentu saja janganlah dibandingkan nominalnya!
Tukang-tukang atau buruh itu hidup 10 sampai 20 kali pun –hidup jadi buruh, mati lalu hidup lagi– tanpa makan dan minum sepanjang hidup mereka yang diulang-ulang itu sekalipun, tidak akan bisa mendapatkan uang sebesar yang didapatkan Messi, Neymar, atau Ronaldo.Jika kontrak pemain sering menjadi sorotan, gaji pelatih-pelatih top juga sering menjadi incaran untuk disingkap. Pep Guardiola, disebut-sebut menerima gaji sekitar 300-an ribu pound per pekan atau 15 juta per tahun. Ia sekaligus menjadi pelatih termahal di Liga Inggris. Angka ini bahkan lebih tinggi dari sejumlah pemain top di Liga Inggris. Virgil van Dick misalnya, kabarnya menerima sekitar 200-225 ribu pound per pekannya. Sejumlah pelatih elite juga mendapatkan kontrak dengan nilai tinggi. Carlo Ancelotti di Madrid, atau Antonio Conte di Spurs, atau Xavi di Barcelona, atau Klopp di Liverpool, kontraknya juga terbilang tinggi, dengan skema yang berbeda-beda. Erik Ten Hag, pelatih baru Manchester United, kabarnya mendapatkan gaji sekitar 8 juta pound per tahun, sehingga kontraknya yang berdurasi 3,5 tahun, akan membuatnya memperoleh gaji sekitar 30 juta pound selama kontrak.
Angka kontrak pemain atau pelatih, biasanya diikat di awal perjanjian, dengan nilai yang kadang diumumkan dan kadang disembunyikan rapat-rapat. Tergantung sikon. Sangat customized. Tapi semua berurusan dengan bayaran uang kontrak. Pasalnya pun agak ajaib, dan kadang nggak kepikiran oleh fans awam.
Misalnya, ada satu pasal kontrak yg lucu, Oxlade Chamberlain sewaktu masih bermain di Arsenal. Ada satu klausul yang menyatakan, uang transfer Ox yg harus dibayar Arsenal dari Southampton bisa bertambah jika ia sudah memainkan menit –ingat ya, menit pertandingan, bukan jumlah pertandingan—untuk Wenger. Hasilnya apa? Ox lebih banyak duduk di bangku cadangan, atau kalaupun menjadi starter, hampir selalu menjadi objek untuk diganti pemain lain di babak kedua.Tapi benarkah rezim uang sudah menguasai dunia bola Eropa dan para pelaku-pelakunya –pemain dan pelatih? Secara umum begitu. Trendnya menuju ke sana.
Tapi saya menemukan keganjilan. Di mana? Dalam pembaruan kontrak Juergen Klopp yang bertambah 2 tahun dari waktu kontrak sebelumnya hingga 2024 menjadi 2026. Nilai kontrak pertama Klopp di Liverpool pada tahun 2015 ketika didatangkan dari Borussia Dortmund, angkanya sekitar 5 juta pound per tahun, dengan tambahan sekitar 2 juta jika Klopp mampu membawa Liverpool masuk Liga Champions atau menjadi juara Liga Inggris.
Satu dari dua syarat itu sudah dipenuhinya, dengan menjadi juara di tahun 2019, sehingga dalam perpanjangan kontrak di tahun 2019, nilainya sudah dipastikan meningkat. Bahkan di 2020 gelar juara Liga juga ia berikan bagi Liverpool.Tapi dalam perpanjangan dua tahun kali ini, Klopp sama sekali tak membicarakan nilai kontrak dirinya. Tidak ada pembahasan itu.
Satu-satunya alasan perpanjangan adalah istrinya, Ulla. Tambahan lain adalah Pepijn Linders dan Peter Krawietz, dua asistennya. Jadi, dalam kontrak baru itu, tidak ada pembicaraan satu kata pun tentang pertambahan nilai kontrak per tahun dalam masa perpanjangan itu buat Klopp. Tapi Klopp meminta tambahan uang kontrak –bukan buat dirinya— buat dua asistennya, dan FSG sebagai pemilik klub menyetujui pertambahan nilai kontrak 2 juta pound bagi mereka berdua.
Saya pun bertakon-takon, sebenernya Klopp ini jenis manusia macam apa dalam suasana industri bola Eropa yang sudah sedemikian tergila-gila dengan urusan uang?