Tiga Periode

Menambah masa jabatan karena catatan prestasi yang mengemban jabatan adalah perkara biasa. Semua dilakukan dengan analisis dan perhitungan yang matang, dengan proyeksi yang terukur dan target yang maksimal.

Di dunia bisnis, banyak korporasi melakukannya. Semata-mata demi mempertahankan –dan ditargetkan meningkatkan– pencapaian. Di dunia olahraga, terutama sepakbola, banyak contohnya.

Alex Fergusson di Manchester United adalah contoh nyatanya. Menjadi manajer Liga Inggris pada tahun 1987, dalam 3 tahun prestasi MU sangat datar. Hampir saja ia dipecat, sampai kemudian dia diberi keleluasaan uang untuk merekrut pemain yang diinginkannya.

Titik balik permulaannya adalah ketika ia merekrut Eric Cantona dari juara liga semusim sebelumnya di tahun 1991-1992 Leeds United.

Mengombinasikan dengan pemain akademi seperti David Beckham, Paul Scholes, Nicky Butt, Garry and Phil Neville, ia menambah daya gedor dengan merekrut pemain-pemain terbaik klub kompetitor, antara lain Andy Cole dari Newcastle United, Dwight Yorke dari Aston Villa, lalu di tahun-tahun berikutnya, Michael Carrick, Dimitar Berbatov, dan Teddy Sheringham dari Spurs. Setelah formasi makin kuat, Alex terus memperkuat pasukannya, mengambil pemain muda terbaik liga Inggris seperti Wayne Rooney, juga van Nijstelrooy dari PSV Eindhoven atau Jaap Stam dan Nemanja Vidic dari liga non Inggris.

Apa yang dilakukan oleh Alex, sisanya menjadi sejarah cemerlang, dan ia bertahta sebagai manajer MU 28 tahun lamanya, dengan torehan piala 10 biji lebih banyak dari masa bhaktinya, 38 piala.

Meraih satu piala bagi sebuah klub, tidak semudah itu, Fergusso. Tapi, segampang itulah bagi Fergusson.

Diego Simeone di Atletico Madrid juga mendapatkan kesempatan yang sama. Meski raihan gelar tidak semewah dan selengkap Alex di MU, kemampuan Simeone untuk menyaingi Real Madrid dan Barcelona di La Liga membuatnya praktis bisa bertahan selama dia mau. Sekarang, sudah 11 tahun dia bercokol di Wanda Metropolitano. Arrigo Sachi di AC Milan, atau Marcello Lippi di Juventus, juga mendapatkan kemewahan dan keleluasaan di klub masing-masing, sampai orang-orang itu merasa bosan dan ingin mendapatkan tantangan lain di klub berbeda.

Juergen Klopp di Liverpool kini yang merasakannya. Masuk ke Liverpool di tahun 2015 dengan masa kontrak 5 tahun, ia meletakkan fondasi klub yang dicibir tinggal sejarah, menjadi cerita hebat yang akan dikenang oleh sejarah pula. Ia membongkar belief systems klub dan pendukungnya, dari karakter peragu menjadi yakin dan optimis. Dari klub yang hanya berjuang bertahan di papan atas, menjadi klub yang bertarung merebut piala.

Dalam masa-masa awalnya, Klopp lebih banyak gagal. Dua kali masuk final turnamen, semuanya gagal. Di tahun 2017-2018, ia membawa Liverpool ke final Liga Champions, tapi diremuk oleh Real Madrid gara-gara kepekokan kiper Loris Karius.

Musim berikutnya, ia benahi pasukan, dan jadilah musim 2018-2019 Eropa dia taklukkan. Termasuk piala-piala rentetannya, Super Cup dan World Club Cup. Di musim berikutnya, dahaga dan kerinduan 30 tahun lamanya sebagai yang terbaik di Liga Inggris ia obati, setelah di musim sebelumnya menempel ketat Manchester City dengan selisih poin 3 saja dari sang juara. Ketika menjadi juara, Liverpool mengemasnya dengan selisih poin di atas 10 angka dari pesaing terdekatnya –lagi-lagi Manchester City. Dengan catatan prestasinya, dengan fondasi dan bangunan sistem yang disusunnya, dengan perubahan mindset dan belief system yang dilakukannya kepada Liverpool, sudah sejak 2019 Klopp mendapatkan perpanjangan kontrak hingga 2024, yang berarti ia akan menjadi manajer Liverpool selama 9 tahun. Sekarang ini, ia menjadi manajer terlama di Liga Inggris di eranya yang masih bekerja, setelah Sean Dyche meninggalkan Burnley yang terseok di bawah klasemen dan berjuang lepas dari degradasi.Di sebuah sore di dapur tempat tinggalnya di Liverpool, obrolan ringan Klopp dengan istrinya Ulla, salah satunya membicarakan tawaran perpanjangan kontrak dari FSG sebagai pemilik klub.

“Aku nggak melihat kita harus meninggalkan Liverpool di 2024,” kata Ulla kepada sang suami. “What!!!??? No, really all the people about.”

Tapi pada akhirnya, obrolan dapur itu berkesimpulan….”Ya udah!”

Maka, malam itu juga Klopp pun menerima perpanjangan kontrak dua tahun sampai 2026, dan segera mengumumkannya kepada klub, lalu tersebarlah berita itu ke mana-mana.Ia mengaku dan berterus terang tentang obrolan dapur bersama sang istri, dan bilang, “Sebagai suami yang baik, ya saya ikut saja apa kata Ulla.”

Sehebat-hebatnya Klopp mengubah Liverpool dari kondisi remuk redam dan berprestasi datar-datar saja menjadi klub yang selalu membuat lawan bergetar dengan capaian piala yang mulai berjajar, keputusan go or no-go ditentukan oleh seorang perempuan: istrinya.

—-ditulis pagi-pagi, sambil mengerjakan perintah-perintah dan tugas dari perempuan, yang sudah ditinggal mudik perempuan lainnya.

https://www.facebook.com/wisnuhardana/videos/415392309947154

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *