Kemenangan Liverpool atas MU di kandang mereka Old Trafford, menyisakan fenomena menarik. Erik Ten Hag-ETH, pelatih MU yg sdh dua tahun menangani pasukan setan merah mengakui kekalahan mereka. Dan itu sangat menyakitkan, katanya. Kekalahan ini, sekaligus memutuskan catatan buruk Liverpool yg sdh berumur 49 tahun. Nyaris setengah abad. Apa itu? Tidak pernah dlm rentang waktu itu pelatih Liverpool berhasil memenangi pertandingan pembukanya atas MU. Yang pernah melakukannya adalah pasukan merah asuhan Bob Paisley, November 1975 silam.
Arne Slot, pewaris Jurgen Klopp yg sdh menjadi legenda, membangun rezim barunya dengan pendekatan yg mirip dg semangat para politisi republik ini: Lanjutkan….! Hasilnya… 3 kemenangan beruntun, 3 kali jaring bersih, nilai sempurna.
Bagi AS, inisial pelatih baru Liverpool, yg membedakan timnya hari ini dg MU adalah work-ethic. Duel Casemiro dan Gravenberch memperlihatkan perbedaan itu bagai bumi dan langit. Casemiro telah menggenggam piala apapun di kompetisi bola level klub di kolong langit ini. Tapi malam itu dia adalah pecundang yg menjadi penyebab dua gol Luis Diaz ke gawang timnya.
Kiper Onana dan Becker juga beda kelas. Sundulan Diaz diambil dr jarak dekat. Namun tidaklah sedekat kepala Zhirkee ke gawang Becker. Yg satu berujung gol, yg satu lagi berujung zonk. Juga gol ketiga Mo Salah yg gagal diantisipasi Onana. Terlihat refleks kiper begitu buruk, setelah blok dr Martinez gagal.
Work-ethic dlm kerangka filosofi permainan AS memang mensyaratkan kerja keras dan disiplin. Makanya ia bertitah pada para pemainnya saat rehat di game pertama melawan tim promosi Ipswich Town. “Omong kosong kita bicara taktik kalo kalian sering kalah dalam duel rebutan bola. Tarunglah, menangkan, baru kita bicara taktik,” begitu kira² penjelasan AS.
Adalah Michel Foucoult, filsuf yg banyak membahas disiplin dan kerja dlm masyarakat modern. Foucault melihat disiplin sebagai mekanisme kontrol yang digunakan untuk membentuk perilaku individu sesuai dengan norma-norma yang diinginkan.
Dalam konteks permainan Liverpool, AS mengubah Gravenberch sbg instrumen pengontrol dan perusak serangan MU, mendestruksi ancaman lawan, lalu merekonstruksinya menjadi serangan mematikan. Dlm filsafat Foucoult-ian yg bercorak postmodernisme, itulah yg disebut dekonstruksi. Di era Klopp, peran itu dilakoni oleh MacAllister dan Endo Wataru, Setelah 3 pertandingan awal liga, Gravenberch –dgn fisik prima dan kaki panjangnya– adalah pilihan utama. Transisi dr bertahan ke menyerang dijalankan sempurna oleh. Dua kali dia mematahkan skema serangan MU dr bawah melalui Casemiro, dua kali pula bola itu jatuh ke Mosalah dan mengirimkan ke Diaz.
Sepakbola modern, dlm perspektif Foucoult-ian juga memerlukan seorang atau sebuah tim gelandang yg mampu melihat secara panoptikan. Pan artinya segala, menyeluruh, sekeliling; optik artinya melihat. Artinya, sepakbola memerlukan suatu fungsi playmakers allround yg mampu membaca permainan, mengatur ritme, menggerakkan pemain saat menguasai atau kehilangan bola. Di situlah Dominik dan Macca berbagi peran, sehingga Mainoo dan Bruno Fernandez terlihat mati kutu.
Work-ethic memang membedakan dua tim merah asal Inggris ini dalam pertandingan semalam. Mentalitas dan stempel pemain berbayar mahal, terlanjur menghinggapi siapapun pemain yg dtg ke Old Trafford. Di Liverpool, pemain dg gaji termahal yakni Mo Salah, memberi imbalan sepadan dgn gol-golnya, juga umpan²nya. Di MU, gaji Casemiro juga mendekati Mo, tapi yg ia berikan adalah umpan² salah berujung kalah.